Polusi Visual adalah konsep yang relatif baru dalam literatur internasional dan dengan demikian, menjadi bahan diskusi aktif. Secara umum, didefinisikan sebagai efek gabungan dari ketidakteraturan, dan kelebihan berbagai objek dan grafik dalam suatu lanskap. Baliho, penyimpanan sampah, antena, kabel listrik , gedung, dan mobil sering dianggap polusi visual. Area yang terlalu padat menyebabkan polusi visual. Pencemaran visual diartikan sebagai keseluruhan formasi tak beraturan, yang sebagian besar terdapat di alam.
Secara umum, polusi visual merujuk pada segala sesuatu yang mengganggu pemandangan dan keindahan sebuah kawasan. Spanduk, billboard, papan nama kantor/perusahaan, baliho, serta poster hanyalah bagian dari benda-benda yang bisa mengganggu pemandangan dan keindahan sebuah wilayah.
Kata polusi atau pencemaran biasanya identik dengan adanya gangguan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh sampah yang bersifat padat, udara dan cair. Namun ada satu istilah lain yang juga dapat dikategorikan sebagai gangguan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh bertebarannya spanduk, baliho, billboard baik yang bersifat komersial maupun politik sehingga mengganggu pemandangan dan bahkan dapat membahayakan orang disekitarnya. Istilah ini disebut dengan
Gambar : Macet jalan raya, sumber : lifestyle.kompas.com |
Pencemaran visual atau polusi visual.
Dalam hal ini polusi visual adalah sampah yang di hasilkan dari produk visual seperti sampah billboard, brosur, baliho, poster dan produk visual baru seprti urban screen dan sebagainya. Namun sebagai metafora polusi visual diartikan sebagi sampah estetik yang mempengaruhi pengalaman visual kita secara emosional, yang secara langsung menggangu mata kita menikmati alam semesta ini. Polusi visual adalah sama halnya “sampah mata”.
Baca Juga : Inilah Peluang Bisnis Potensial Di Era DigitalKota-kota di Indonesia seringkali belum memperhatikan pentingnya penciptaan citra visual yang baik. Papan-papan reklame bermunculan tanpa adanya aturan yang jelas, baik dari segi desain, dimensi, maupun peletakannya. Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya polusi visual di lingkungan perkotaan.
Wajah kota menjadi kacau dan tidak mampu menunjukkan jati diri yang sesungguhnya. Tampilan bangunan, furnitur jalan, dan media informasi hadir tanpa adanya arahan rancangan (design guidelines) yang jelas, dan yang terjadi tentu saja kualitas kota yang buruk.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya polusi visual
Lemahnya kebijakan publik yang berpihak pada estetika ruang dan kenyamanan warga di ruang publik.
Belum adanya sanksi yang tegas terhadap semua pelanggaran yang menyangkut reklame baik komersial maupun politik. Sikap permisif dari masyarakat yang menganggap bertebarannya reklame baik komersial maupun politik adalah hal yang lumrah. Tidak adanya aturan mengenai tata ruang yang ideal yang menciptakan harmonisasi antara pembangunan dan ekosistem.
Gambar : ilustrasi visual bisa membahayakan pengguna jalan, sumber : www.mongabay.co.id |
Penanganan polusi Visual
·
Hingga saat ini kita belum menemukan terobosan
baru mengurangi sampah visual dari reklame liar yang tersebar di perempatan
jalan dan sepanjang jalan-jalan utama di kota. Sampah visual dari reklame ini
jelas sangat mengganggu apalagi ketika tiang jasa reklame Jogja biasanya dipasang di bagian tengah jalan
(pemisah dua ruas jalan). Reklame raksasa ini mengaburkan identitas kawasan
apalagi jika tidak diatur penempatannya. Pemerintah kota tentu punya wewenang
untuk menentukan lokasi mana saja yang dibolehkan/diberi izin untuk memasang
reklame. Selain lokasi pemasangan reklame, pemerintah juga perlu mengatur ukuran
panjang dan lebar masksimal reklame, font dan warna teks yang digunakan, agar
tidak merusak pandangan, kebanyakan warna-warna reklame di jalan selalu
berwarna terang menyala, dan semrawut.
Baca juga : 6 Peroduk Kerajian Dari Logam Tembaga
·
Terobosan lainnya, dengan memberlakukan
"masa tenang" yakni tidak memasang reklame dalam jangka waktu
tertentu setelah pemasangan tahap pertama dilakukan. Misalnya, jadwal masa
pemasangan iklan berlangsung selama dua minggu, lalu dua minggu setelahnya
reklame harus dirturunkan. Pemerintah kita bisa memberi insentif jika pemilik
reklame menaati aturan tersebut, dengan memberi "reward" seperti
mengurangi beban pajak untuk satu kali pemasangan. Dengan cara ini, sampah
visual bisa dikurangi karena pemerintah berhasil mengatur penempatannya
dan masa iklannnya. Jadi menghilangkan sama sekali papan reklame, bukan solusi
dua arah. Dalam hal ini pemerintah dan pemilik usaha bisa sama-sama
diuntungkan, pendapatan daerah tidak terganggu dan identitas kawasan tetap
terjaga.
Kebijakan Kota Bersih Dari Sampah Polusi Visual
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan polusi visual, sejumlah pemerintah daerah di beberapa negara berupaya mengambil kebijakan, mengatasi masalah ini.
Ambil contoh yang dilakukan Pemerintah Kota Sao Paulo,
Brasil, beberapa tahun silam. Lewat kebijakan Kota Bersih [Cidade Limpa], Wali
Kota Sao Paulo, Gilberto Kassab, memerintahkan menurunkan semua billboard,
spanduk, dan poster iklan di wilayahnya. Tidak kurang 15.000 billboard, 1.600
papan nama toko/perusahaan, dan 1.300 tiang penyangga papan iklan ditertibkan.
Tidak hanya itu, Gilberto Kassab juga melarang pemasangan
semua bentuk iklan luar ruangan di seantero Sao Paulo. Langkah ini tentu saja
mendapat tentangan keras dari para pengusaha. Namun, dia tetap konsisten pada
kebijakannya. Ia tidak terpengaruh dengan protes para pengusaha maupun
berkurangnya pendapatan kota dari pelarangan iklan luar ruangan.
Gambar :grafiti liar, sumber :www.mongabay.co.id |
Di sisi lain, Wali Kota Sao Paulo itu memerintahkan penataan
ulang pemasangan papan visual. Ukurannya tidak boleh lebih dari empat meter
persegi dan dipasang hanya di depan pintu masuk. Mereka yang melanggar dikenai
denda sebesar 5.000 Dollar AS. Jika membandel, toko/perusahaan dicabut izinnya.
Dengan mempertimbangkan sejumlah implikasi negatif, seperti
yang telah dipaparkan, alangkah baiknya para pengelola kota di negeri ini
segera mengambil sejumlah langkah. Fokus mengatasi sejumlah problem yang ditimbulkan
dari polusi visual ini. Bagaimanapun, setiap pengelola kota sudah seharusnya
mampu menjadikan kotanya bersih, indah, aman, nyaman, dan menarik dengan ciri
khasnya. Bukan malah sebaliknya. Semoga bermanfaat dan terimakasih !
Comments
Post a Comment